Sabtu, 26 Maret 2016

Secar Bukan Kesasar

                

              Semua penuh pertimbangan. Ya akal, ya kepasrahan total. Tentang akal. Manusia memang dikarunia akal untuk berpikir, berdaya, dan terus belajar. Kelahiran anak pertama dan anak kedua yang tidak mengalami persalinan normal membuat saya terus belajar, apakah yang kehamilan yang ketiga bisa lahir normal? Ya, bisa. Saya berselancar menyelami google banyak kasus ibu berhasil vba2c. Tentu dengan keadaan kehamilan yang memang sehat dan baik-baik saja. Bahkan saya berhasil chatting dengan seorang ibu yang berhasil vba3c. Ehm, sudah 3 kali secar dan anak keempatnya berhasil lahir normal. Perjuangan yang luar biasa. Pemberdayaan yang tiada henti. Keyakinan sukses yang perlu diacungi jempol. Saya tak ingin ketinggalan. Saya pun berusaha memberdayakan diri. Saya berusaha yoga prenatal minimal 3 kali seminggu, menerapkan pola makan sehat, berusaha tidak stress meski anak dua dan banyak urusan lainnya. Alhamdulillah, kehamilan ketiga jauh lebih sehat, badan ringan, dan lebih produkti dibanding kehamilan sebelumnya. Kecuali nulis sih, mulai Maret sampai melahirkan memang belum maksimal.

                Yoga. Olahraga ini memang membuat tidur saya lebih nyenyak. Terlebih pikiran saya lebih positif. Cukup banyak mengurangi rasa stress saya. Latihan napas dalam yoga sangat membantu bahkan dalam kondisi dua anak saya tidak bisa kompromi. Napas, napas, napas. Inilah yang dibutuhkan ketika persalinan normal. Mendengar cerita banyak ibu sukses melahirkan normal dengan lancar dan mudah hanya dengan napas ini, meski sebelumnya secar membuat saya kagum dan berusaha tidak meninggalkan yoga ini. Bahkan ketika usia kehamilan 37 minggu, selain yoga saya juga olahraga dengan bola pilates. Kepala bayi jadi lebih turun, turun, dan turun.

                Pola makan sehat. Ehm, selama saya hamil, berat badan saya hanya nambah 8 kg saja lho. Sejak usia kehamilan 35 minggu berat badan nggak naik-naik, tapi berat badan bayi nambah. Bahkan, anak yang ketiga ini lahir berat badannya lebih besar dibanding kakak-kakaknya. Saya menerapkan food combining. Hasilnya, badan memang enteng karena saya tak sembelit lagi. Hamil mau kemana aja jadi nggak terasa berat. Sampai usia 35 minggu saya masih sepeda motoran ke mana aja lho, bawa anak 2 lagi.

                Asyik deh menjalani kehamilan anak ketiga ini. Namun, ketika jelang HPL keadaannya lain. Keponakan yang sejak usia kehamilan saya 38 minggu di rumah, dengan tujuan jika saya mules sewaktu-waktu mau lahiran, dia bisa menemani Qowiyy dan Nasywah, mendadak harus pulang. Suami mulai bingung. “Ya udah, biarin aja pulang, nggak usah disuruh balik ke sini lagi! Takutnya ntar masih ada keperluan lagi terkait sekolahnya. Anak-anak gampang lah, ntar dipikirkan!” kata saya.

                Dan tak menyangka di usia kehamilan 39 minggu, bangun tidur malam saya merasakan sesuatu. Celana dalam kok basah? Saya ke kamar mandi. Ternyata keluar flek lendir berwarna merah muda. Kata teman dan bidan, itu tanda akan melahirkan. Ditunggu saja sampai kontraksi muncul dan amati. Namun selama sepekan saya hanya merasakan kontraksi-kontraksi palsu saja. Selama sepekan itu pula setiap hari saya selalu memakai “pampers”. Saya mengeluarkan cairan terus, namun bukan air ketuban. Kadang lengket bening, kadang merah muda lendirnya. Saya tidak tahu apakah itu. Dan kontraksi palsu itu selama 3 hari jelang lahiran saya rasakan semakin hebat dan sakit. Meski timbul lalu menghilang, namun ketika muncul sakitnya luar biasa. Biasanya ketika perut kenceng, saya pakai yoga enakan rasanya. Ini tidak. Badan rasanya sakit semua. Dipakai tidur miring sakit, telentang juga sakit. Apalagi di bagian pinggang. Dan selama 3 hari itu saya tidak bisa tidur. Badan agak enakan jika dipakai jalan kaki. Tapi malam hari, tak mungkin bukan saya jalan kaki terus? Sesekali saya tidur dengan posisi nungging sambil mengelus-elus pinggang. Tapi ya tidak bisa bertahan lama. Mana enak tidur nungging, lama-lama pegel juga. Alhasil selama 3 hari itu saya nge-drop. Kurang tidur. Terutama malam hari.

                Lalu, berbincanglah saya dengan suami malam itu.
                “Jadinya gimana?” tanya suami.
                “Ya nunggu,” jawab saya tenang.
            “Yang jaga anak-anak siapa? Nggak mungkin kan ketuk-ketuk pintu tetangga? Apalagi jika mulesnya malam? Sebisa mungkin janganlah repotkan orang lain!” kata suami lagi.

               Saya terdiam. Iya, ya. Saya pun juga sebisa mungkin tidak merepotkan orang lain. Kalau mulesnya pagi, anak-anak memang bisa dititip di daycare. Tapi kalau penuh, ya, nggak bisa juga. Apalagi anak-anak saya bukan tipe yang cepat akrab dengan orang lain. Kami pun tak ingin merepotkan orang tua di kampung untuk datang. Ibu saya sejak keluar dari rumah sakit karena terserang vertigo saya larang untuk bepergian sendiri. Apalagi pekerjaan ibu sebagai guru juga tidak bisa ditinggal. Bapak jadi ojek ibu setiap hari. Adik saya juga lagi hamil tua. Ibu mertua sudah sering sakit-sakitan juga. Kakak ipar tangannya masih sakit habis kecelakaan. Ya,otomatis memang tidak ada yang menjaga anak-anak.

                “Terus, ayah tuh nggak bisa nunggu begini. Bukan tidak setuju lahiran normal, tapi ayah tak bisa terus berkompromi dengan pekerjaan! Ayah tak bisa siaga terus jika sewaktu-waktu lahiran!”sahut suami lagi.

                Aha! Saya kembali diam, bahkan lebih menutup mulut dengan rapat. Saya baru sadar dan ingat kalau suami sejak sebelum puasa sudah menjadi tim khusus langsung di bawah Dirjen. Suami sering rapat, lembur, dan dinas luar kota. Tiap minggu hampir nggak pernah kosong. Sabtu atau ahad saja juga adakalanya lembur di kantor. Bahkan pas ramadhan orang kebanyakan pulang lebih awal, suami sering pulang malam. Nah, sejak usia kehamilan saya 38 an minggu, suami tidak dinas ke luar kota. Ijin dengan atasannya. Namun, ya tidak bisa lama-lama. Apalagi jika memang tak ada orang lagi yang bisa menggantikan pekerjaannya.

                Ya Allah. Rasanya tak karuan dada saya. Saya juga nggak rela kalau sampai suami saya ditegur atasan karena tidak bisa menjalankan tugas dengan baik. Bagaimanapun suami bekerja juga niat karena ibadah kepada Allah. Bagaimanapun suami juga harus bisa tawazun. Ya keluarga, ya bekerja. Kalau suami lagi dinas luar kota lalu tiba-tiba saya mules mau lahiran, bagaimana?

                Semalaman saya tidak bisa tidur. Pagi hari ketika suami tidak di rumah, saya berusaha konsultasi dengan 2 orang teman saya yang saya anggap bisa membantu masalah saya. “Gentle birth itu tak harus dipaksakan untuk normal. Dan sebisa mungkin proses persalinan itu tidak membuat kekhawatiran. Ingat dulu pas melahirkan anak kedua, Mbak! Jika operasi lebih menenangkan banyak pihak, itu juga gentle birth.”

Teman kedua saya berkomentar lain, namun lebih menusuk ke hati saya. “Mbak sudah berusaha maksimal, tapi kalau dah jelang melahirkan begini, saya lebih memilih untuk taat pada suami, Mbak. Kondisinya sepertinya tidak memungkinkan untuk persalinan normal. Mungkin, tapi mudharatnya jauh lebih besar. Lagi pula, besar pahalanya soal ketaatan istri kepada suami.”

Saya tak bisa menahan tangis. Ya, saya menangis tak henti-henti. Saya lihat Qowiyy dan Nasywah, iya ya bersama siapa mereka jika tiba-tiba saya harus ke dokter/bidan? Lalu saya berkaca pada diri sendiri. Iya ya siapa yang bisa mengantar dan menunggui saya ketika harus ke dokter/bidan kala kontraksi rutin sudah terjadi sedang suami dinas luar kota? Mungkin saya bisa pergi sendiri naik taksi, anak-anak?

Bismillah. Akhirnya saya pun memutuskan untuk melakukan persalinan secar. Saya chat dengan dokter. Alhamdulillah cepat nyambung. Saya kabarkan kepada suami saya soal keputusan saya. “Bener?” tanyanya. Saya mengangguk. Suami tak tanya alasannya. Tapi itu jauh menentramkan hati saya. Setelah diskusi dengan teman, saja jadi lega. Makanya berani mengambil keputusan ini.

Persalinan secar pun terjadi. Bayi perempuan mungil pun hadir di dunia ini. Ditemani suami sendiri di rumah sakit. Pulang dari rumah sakit juga sudah harus repot dengan pekerjaan rumah tangga. Suami harus kerja lagi esoknya. Ya dibantu suami sih kalau pagi dan malam hari. Namun, hanya 5 hari. Selepasnya suami sudah lembur dan dinas luar kota lagi. Sampai saat ini. Tiap pekan paling tidak 3-4 hari. Namun Alhamdulillah, dengan banyak bergerak, saya justru cepat pulih dan beraktivitas lagi.


Secar bukan kesasar. Paling tidak ini yang saya rasakan. Saya tak tahu apakah keputusan saya benar, namun saya tenang dan hati rasanya tentram ketika memutuskan. 

Sabtu, 09 Mei 2015

Merawat Buku Agar Awet

                Buku adalah jendela dunia. Para pecinta buku suka berkorban lebih demi bisa membeli buku. Ya, apalagi sering kali buku tak terbit dua kali, kecuali buku yang benar-benar best seller. Namun, pecinta buku tidak hanya mengincar buku semacam ini. Sering kali mereka membeli dan melahap buku yang menjadi minat mereka. Ada yang sampai menyisihkan uang saku, ada pula yang harus rela ikut kuis berhadiah buku, atau bekerja sampingan agar ada pendapatan untuk membeli buku.

               Namun, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana buku juga tetap awet dan tak gampang rusak. Minimal ada 4 cara agar buku memiliki ketahanan fisik yang bagus sehingga bisa dinikmati lebih lama.

                Usahakan setelah membeli buku, Anda melakukan proses penyampulan. Sekarang di toko buku pun menyediakan jasa seperti ini. Tujuannya sederhana, agar sampul buku tak mudah rusak. Anda juga tak banyak mengeluarkan uang untuk jasa ini jika Anda enggan menyampulnya sendiri. Kualitas sampul yang disediakan toko buku juga relatif bagus dan kuat. Anda hanya meluangkan waktu tak lebih dari 5 menit untuk menyampul 1 buku di toko buku. Bahkan, Anda pun bisa memanfaatkan fasilitas sampul buku gratis di toko buku untuk beberapa jenis buku. Biasanya dilihat dari harga bukunya.

          Buku pun berhasil Anda beli, sampul, dan siap Anda baca. Sikap membaca juga sangat mempengaruhi keawetan buku. Bandingkan ketika Anda membaca buku dengan tidur-tiduran dengan membaca buku sambil duduk tenang! Ketika Anda membaca buku dengan posisi tiduran, sering kali Anda malah tertidur dan buku tergeletak entah ke mana. Bahkan buku bisa menjadi bantal Anda. Adakalanya buku terinjak tubuh Anda dalam keadaan terbuka,dsb. Alhasil, halaman buku ada yang terlipat tak karuan, cover buku demikian halnya. Bahkan ada yang sampai sobek karena terkena keringat tubuh Anda ketika tertidur. Buku menjadi cepat rusak. Nah, sudah saatnya Anda kini membaca buku dengan sikap yang lebih benar, yaitu dengan duduk tenang. Jika mata mengantuk, Anda tinggal berdiri dan meletakkan kembali buku ke tempatnya semula.

                Dimanakah tempat buku yang tepat? Anda memang harus memiliki rak atau almari khusus buku. Entah Anda menatanya dengan posisi buku berdiri atau tidur, terserah saja. Jika Anda menyusun buku dalam keadaan buku berdiri, usahakan tidak ada buku yang diletakkan di atasnya lagi meski masih ada ruang yang kosong. Biasanya ini suka terjadi jika rak sudah tak muat sedang buku yang dipunya jumlahnya banyak. Terpaksa, Anda harus menyediakan rak lagi. Anggarkan ini!

                Mungkin Anda akan berpikir, buku lama lebih baik disimpan saja. Tidak perlu ditaruh di rak, agar buku baru kebagian tempat. Lantas Anda pun menyimpan buku lama di dalam kardus. Ini solusi yang tidak terlalu baik, sebenarnya. Buku yang disimpan di dalam kardus ada kecenderungan malah mudah rusak. Bisa jadi malah jadi sarang kecoa, digigiti tikus jika di rumah banyak tikus, bahkan kondisinya bisa lembab dalam kardus. Kelembaban ini bias merusak sampul buku. Jika memang belum punya rak baru, menyumbangkan buku lama ke taman baca akan terasa lebih baik. Atau Anda bisa membuat rak buku sendiri dari bahan kardus bekas. Namun, tidak ditutup rapat sehingga buku tetap mendapat hawa segar.

Rak buku dari kardus bekas


          Buku memang barang berharga. Merawatnya juga tak bisa asal-asalan saja. Menyampulnya, membacanya dengan sikap yang benar, menyusunnya dengan rapi, dan tidak menyimpannya rapat dalam kardus adalah beberapa cara agar keawetan fisik buku tetap terjaga. Kalau buku tampak bagus, maka membacanya juga akan enak saja, meski buku lama. Yuk, rawat buku yang kita punya!

Rabu, 15 April 2015

5 Cara Agar Daycare Senantiasa Diminati

Salah satu variasi kegiatan anak dengan menghadirkan sesuatu dari alam

                Yang namanya bisnis kalau laris, senang, bukan? Apalagi sampai sering menolak. Termasuk jika Anda, khususnya ibu rumah tangga yang mengelola bisnis daycare/penitipan anak. Pasti, pemilik daycare berharap selain daycare bisa memberi manfaat seluas-luasnya kepada orang tua bekerja yang ingin menitipkan anaknya. Berharap daycare tak pernah sepi, kuota jumlah anak terpenuhi. Minato rang tua terhadap daycare tinggi.

                Wah, bagaimana caranya? Ada 5 cara ampuh agar daycare senantiasa diminati orang tua sehingga mereka nyaman menitipkan anaknya di daycare.

                Pertama, jangan anggap remeh soal makna daycare. Beda, bukan, kesan yang ditangkap orang tua jika pemilik daycare memasang spanduknya besar dengan tulisan “tempat penitipan anak” dibandingkan dengan “rumah bermain anak”? Ini akan menimbulkan persepsi pada orang tua. Kesan positif lebih timbul jika pemilik daycare memaknai daycare sebagai rumah bermain anak. Bermain adalah kebutuhan utama anak selain kasih sayang. Anak pasti senang dan betah di daycare karena kebutuhan bermainnya terpenuhi. Sedang kesan “tempat penitipan anak”, ya, seolah anak hanya sekedar dititip. Wajar jika akhirnya orang tua senantiasa menanyakan program kegiatan anak di daycare. Jika kebutuhan anak bermain terpenuhi, orang tua akan mempercayakan anaknya di daycare selama mereka bekerja.

                Kedua, kegiatan anak yang bervariasi serta mengasah tumbuh kembang anak. Tujuannya, biar anak tidak bosan dan merasa kaya entah dari segi kognitif maupun ketrampilan yang sesuai dengan jenjang usianya. Hal yang paling menyenangkan adalah manakala anak di rumah juga mengajak orang tuanya melakukan hal serupa seperti yang dilakukan di daycare. Misalkan di daycare anak membuat kreasi dari biji jagung, sesampainya di rumah meminta orang tuanya melakukan hal serupa dengannya ketika di daycare. Anak berkurang banyak kecanduan main gadget dan menonton televisi.

           Ketiga, ada laporan perkembangan anak. Minimal per tiga bulan sekali. Namun demikian, pencapaian kemampuan dan perkembangan anak setiap hari perlu ada laporannya juga. Yang sifatnya harian bisa berupa lembar observasi harian yang kemudian diserahkan/dilaporkan secara verbal kepada orang tua. Sedangkan yang sifatnya per tiga bulan bisa berupa lembaran seperti rapor pada umumnya. Laporan ini sangat dinanti orang tua karena mereka jadi tahu bagaimana hasil anaknya di daycare. Ini bukan tentang anak cerdas atau tidak, tapi lebih pada bagaimana orang tua juga bisa bersinergi menstimulus tumbuh kembang anaknya di rumah.

                Keempat, tempat daycare yang strategis. Bagaimanapun orang tua berharap bisa menggunakan waktunya lebih efektif dan efisien dalam setiap aktivitasnya. Membawa anak ke daycare sejalan dengan ke tempat kerja. Tak perlu putar jalan, apalagi sampai harus melewati jalanan kecil berkelok-kelok yang malah akan menghabiskan waktunya. Tempat daycare yang strategis, seperti dekat dengan sarana transportasi biasanya akan sering dicari orang tua. Selain itu lokasi daycare yang berada di perumahan juga sangat mendukung mengingat tingkat keamanan yang cukup tinggi jika anaknya berada di daycare.  Bosan di dalam daycare, keliling perumahan masih aman untuk anak mengingat ada satpam yang senantiasa berjaga. Tentu, pihak daycare harus menjalin kerjasama dengan satpam tersebut.

          Kelima, pengasuh dan guru yang sabar menghadapi anak serta semangat belajar yang tinggi. Faktanya, orang tua tak terlalu pusing soal lulusan apa pengasuh yang bekerja di daycare. Ya, mereka sadar karena mencari pengasuh itu memang gampang-gampang susah. Asal pengasuh sabar dan bertutur kata baik kepada anak, orang tua sudah sangat senang membiarkan anaknya di daycare selama mereka bekerja. Pemilik daycare jangan sampai terlena. Pengasuh juga tetap diasah pengetahuan dan ketrampilannya dalam mendidik anak. Kegiatan anak yang bervariasi sangat menuntut pengasuh pada akhirnya untuk kreatif dsb. Mengikutkan pengasuh ke pelatihan dan seminar akan sangat membantu mereka. Orang tua anak perlu mendapat informasi ini bahwa meski mungkin pengasuh hanya lulusan SMA, namun semangat belajar mereka sangat tinggi.


                Masih ada lagi hal-hal lain yang bisa menyebabkan daycare senantiasa diminati dan tak pernah sepi, diantaranya marketing yang tepat, harga yang terjangkau, dan pelayanan yang memuaskan. Lima hal di atas termasuk yang paling penting. Jika pemilik daycare memperhatikannya dengan baik, maka tiap hari keberadaan daycare akan ditanya orang tua, entah survey langsung ke daycare, telepon, atau melalui pesan. Pasti senang, bukan? 

Rabu, 08 April 2015

Tips Membangun Keluarga Bahagia



                Bahagia adalah impian setiap manusia. Bahkan semua orang yang terhimpun dalam sebuah wadah bernama keluarga. Orang tua dan anak ingin bahagia. Bahkan, mereka berharap bahwa jika ada masalah kembalinya tetap ke keluarga. Agar otot masalah kendur dan wajah kembali tersenyum.

                Perlu ada upaya agar keluarga bahagia. Ya, bahagia di sini lebih mengarah ke suasana hati, tentu saja. Kiat-kiat berikut bisa membantu agar kebahagiaan senantiasa mengalir dalam keluarga.

                Semua berawal dari suasana pagi hari. Masing-masing anggota keluarga biarkan memulai harinya dengan caranya masing-masing. Hargai dan jangan protes! Ada yang mungkin bangun tidur segera ke kamar mandi, cuci muka, lalu melakukan ibadah yang menenangkan hati. Ada juga yang begitu mata melek, masih suka rebahan di kamar sambil menikmati berita terhangat di dunia maya meski hanya 5 menit saja. Atau anak-anak, bangun tidur segera membuka kulkas mencari apa yang bisa mengisi perut laparnya. Apapun itu biarkan terjadi. Itu adalah kesenangannya. Pagi hari dimulai dengan tanpa gangguan satu dengan yang lainnya akan menjadi pemicu bahagia sepanjang hari.

                Memang, tampak sendiri-sendiri jadinya. Tapi, dengan menghargai aktivitas tersebut, anggota keluarga juga merasa senang melakukan kesenangannya, tanpa ada gangguan. Namun, kegiatan bersama juga perlu dimunculkan untuk membangun keluarga bahagia. Misalnya olahraga. Ya, meski sekedar jalan-jalan sekitar rumah 30 menit sambil ngobrol dan menikmati alam. Dengan berolahraga, asupan dan oksigen dalam tubuh tercukupi dengan baik. Stres hilang, yang muncul adalah ketenangan dan kebahagiaan. Tabel bersama pun menjadi alternatif kegiatan yang menyenangkan bisa dilakukan di rumah. Ayah menghaluskan bumbu, ibu menggoreng, anak memotong sayur, dsb. Asyik, lho! Dapur jadi ramai.

                Kebersamaan memang melahirkan kebahagiaan. Momen makan bersama, minimal sekali dalam sehari, harus benar-benar menjadi agenda utama. Entah itu di rumah atau meluangkan waktu makan bersama di luar rumah. Ketika makan bersama ada momen berbagi dan melayani.

              Membangun kebahagiaan dalam berkeluarga tak kalah pentingnya dimulai dari visi dan misi keluarga itu. Rapat bulanan bisa menjadi sarana untuk menyatukan visi dan misi itu. O, o, jangan dibayangkan seperti rapat formal pada umumnya. Rapatnya dalam suasana santai saja, asal ada kesempatan untuk mengutarakan ide, uneg-uneg, masalah, keinginan, ketidaksukaan, dsb. Terbuka dan saling menerima. Berbeda bukan keluarga yang berjalan dengan arah yang jelas dibandingkan dengan keluarga yang asal jalan?

                Keluarga bahagia pondasi dari sistem masyarakat yang baik. Upaya untuk mewujudkannya memang harus dijalani agar fungsi keluarga sebagai tempat rekreasi juga bisa terlaksana dengan baik. Keluarga sumber melepas penat dan kaya solusi. Berbagai masalah bisa terurai di sini. Akhirnya, bahagia akan bersemi.

Akankah Rapor Ramadhan Kali Ini Merah?



            Ehm, sebentar lagi tahun ajaran baru akan datang. Anak-anak yang sekolah sebelumnya pun deg-deg-an bagaimana hasil rapornya. Akankah tuntas untuk seluruh mata pelajarannya? Jika ada yang faktanya belum tuntas pun, orang tua dan guru berupaya semaksimal mungkin agar ke depannya si anak ada peningkatan.

           Ramadhan juga datang setiap tahun. Setiap muslim yang beriman merasakan kehadirannya. Rapornya pun ada dan berbeda-beda hasilnya. Tentunya, tak ada yang berharap ada nilai merah di sana. Berlomba-lomba dalam kebaikan menjadi ujung tombak bagaimana meraih kemuliaan Ramadhan.

            Para salafusshalih bahkan sangat bergembira dengan datangnya Ramadhan. Mereka menyingsingkan lengan agar Ramadhan bisa dijalani dengan maksimal. Rasulullah, selama Ramadhan menutup buku-buku lalu mengambil mushaf dan membacanya di masjid. Di sela-selanya, Nabi berwudhu. Ramadhan adalah bulan Al Quran. Imam Ahmad demikian halnya. Beliau tinggalkan sementara urusan fatwa, lalu duduk berdzikir melantunkan kalam Allah.

            Ramadhan itu sakral. Namun, kerinduan akan kesakralan itu memang membutuhkan energi yang membumbung tinggi. Diperlukan tingkat pemahaman yang memadai agar Ramadhan pergi menyisakan gelar taqwa hakiki. Namun, begitulah manusia. Kadang tidak mengerti. Kendala manajemen waktu yang belum terlatih sehingga masih menyibukkan manusia pada hal-hal yang semestinya tak menjadi prioritas. Masih ada peluang manusia menghibur diri justru bukan dengan mendekatkan diri pada sang Illahi. Astaghfirullah. Menuliskan hal ini sungguh sebagai cambuk bagi diri. Mari kita perbaiki!

            Ada banyak teladan yang bisa kita ambil agar rapor Ramadhan kali ini tidak merah. Ibnu Syarahil contohnya. Kesenangannya bersujud, bersimpuh tunduk takut pada-Nya menyebabkan keningnya termakan tanah. Abdullah bin Zubair, saking nikmatnya menegakkan sholat di Ka’bah sampai-sampai tak terasa sudah dihujani batu-batu oleh orang kafir. Ustman bin Affan selalu khatam setiap harinya dan Umar bin Khattab yang selalu meneteskan air mata dalam sholatnya hingga ada bekas hitam di pipinya. Ibadah mereka benar-benar sakral. Benar-benar karena merindukan Ramadhan didorong kecintaan mereka kepada Allah.

            Lantas, akankah rapor Ramadhan kali ini merah? Saya, Anda, dan semua muslim berharap tidaklah demikian. Jangan sampai ada yang menodai Ramadhan kali ini. Yah, tentu semuanya harus kembali kepada tekad diri. Noda yang akan meninggalkan noktah merah pada rapor di bulan madrasah ini harus kita cuci.

           Pertama, sebisa mungkin jika bukan karena udzur yang diperbolehkan syariat, hindari perbuatan yang malah merendahkan kehormatan kita. Hanya karena haus yang mendera, kita rela membatalkan puasa. Lihat saja, bahkan ada warung nasi juga tetap buka meski dengan malu-malu melayani manusia yang menaruhkan kehormatan diri.

            Kedua, noda yang harus kita cuci adalah lalai dengan keutamaan Ramadhan. Bukankah Allah sudah menyediakan surga Ar Rayyan untuk hamba-Nya yang sungguh-sungguh berpuasa? Bukankah Al Quran juga akan memberikan syafaatnya kelak di akhirat jika momentum Ramadhan diisi dengan memperbanyak interaksi dengannya? Bukankah amalan sunah pahalanya seperti amalan yang wajib, dan setiap kebaikan dilipatgandakan sampai 700 kali lipat? Sungguh, sebenarnya kita sangat membutuhkan Ramadhan untuk menambal keburukan dan menambah kebaikan.

         Ketiga, hawa nafsu. Ah, noda ini memang ada di mana-mana, tak terkecuali pada bulan penuh ampunan ini. Ada karena memang sengaja tidak dibersihkan. Hal-hal sepele malah bisa menyebabkan rapor Ramadhan menjadi merah. Berbuka berlebihan seolah balas dendam. Parahnya lagi, di akhir Ramadhan malah banyak yang kendur iman. Pusat perbelanjaan lebih ramai dikunjungi daripada menyepi berkhalwat dengan Allah. Iming-iming Idul Fitri dengan makna yang keliru lebih mendominasi daripada takut ditinggal pergi Ramadhan, madrasah sejati.

            Terakhir, faktanya kita juga masih menodai Ramadhan dengan perbuatan buruk kita. Lisan berkata kotor, menggunjing, dan berkata yang tiada gunanya. Demikian juga anggota tubuh lainnya. Astaghfirullah!


         Akankah rapor Ramadhan kali ini merah? Semua tergantung kesungguhan dan azzam kita. Ingin Ramadhan memberi bekas peningkatan iman ataukah Ramadhan berlalu tanpa pasokan ruhani. 

Minggu, 05 April 2015

Manfaat Balita Bisa Berdiri Satu Kaki



                Usia balita adalah usia dimana mereka sangat aktif bergerak. Kemampuan motorik kasar yang sudah diasah sejak bayi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia mereka. Masih bayi masih sebatas tengkurap, guling-guling, merangkak, dan berjalan. Ketika batita, kemampuan motorik kasarnya sudah meningkat seperti berlari, melompat dengan 2 kaki, naik tangga, dsb. Meningkat lagi usianya, balita makin mahir memainkan alat main di playground, berjalan di atas titian, memanjat, bergelantungan, dsb. Namun, beberapa orang tua malah kecolongan untuk menstimulus balitanya agar mahir berdiri satu kaki.

                Balita bisa melakukannya, namun masih dalam durasi yang tidak lama. Rata-rata maksimal 3-5 detik mereka bisa bertahan berdiri satu kaki. Diminta mencoba lagi, rata-rata enggan melakukannya. Padahal jika bisa lebih lama, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh anak. Apa saja?

                Anak yang mampu berdiri satu kaki cukup lama, akan sangat berguna untuk meningkatkan kemandiriannya. Terutama dalam hal memakai celana/rok sendiri. Awalnya anak-anak akan memakai celana/rok dengan duduk dengan memasukkan kakinya satu per satu, lalu berdiri dan mengangkat celana/roknya itu. Tentu saja tak bisa seperti ini terus. Bagaimana jika memakai celana/rok habis buang air di toilet umum? Masih kecil mungkin akan dipakaikan orang tuanya. Anak berdiri satu kaki bergantian dengan memegang pundak orang tuanya. Bagaimana jika usianya kian bertambah misal ketika menapaki jenjang SD kelak? Balita harus terus dilatih berdiri satu kaki dengan durasi yang cukup untuk memakai celana/rok. Minimal itu.

                Ada manfaat lain dari aktivitas berdiri satu kaki ini untuk balita. Kemampuan berdiri satu kaki akan berpengaruh pada keseimbangan otak kanan dan otak kirinya. Ini merupakan salah satu gerakan yoga yang bisa dilakukan anak secara sederhana. Namun, memang membutuhkan latihan yang cukup agar kualitas berdiri satu kaki bisa lama. Kalau kondisi otak sudah seimbang, anak akan lebih siap belajar. Bahkan banyak penelitian mengungkapkan, kemampuan berdiri satu kaki bisa mencegah kepikunan dini. Ya, intinya kondisi otak balita sejak dini disiapkan dalam keadaan baik dan sehat.

                Dan yang jelas, otot kaki balita menjadi lebih kuat. Hal ini penting mengingat keaktifan mereka bergerak masih sangat tinggi. Eksplorasi mereka terhadap lingkungan juga semakin luar biasa. Mereka hampir tak pernah diam. Berdiri satu kaki akan memfokuskan balita sejenak sekaligus menguatkan otot-otot kaki mereka. Balita pun akan sehat secara fisik.


                Menstimulus balita agar bagus dalam berdiri satu kaki tidak bisa diabaikan begitu saja. Bahkan setiap hari, orang tua perlu melatihnya agar balita bisa melakukannya lebih lama. Orang tua bisa memotivasinya dengan memberinya contoh. Senam sederhana diirngi musik yang melibatkan berdiri satu kaki dalam salah satu gerakannya, bisa dijadikan cara berlatih balita. Berdiri satu kaki banyak manfaatnya untuk mereka.

Selasa, 31 Maret 2015

Agar Kehamilan Senantiasa Sehat



                Kehamilan ada masa yang ditunggu-tunggu oleh perempuan. Kalau sudah hamil, rasanya dunia serasa lengkap. Sebentar lagi status akan berubah menjadi ibu. Kehadiran sang buah hati di dunia pasti akan memberikan rasa bahagia tiada kira. Bagi orang tua dan keluarga.

                Semua ibu hamil tentu ingin kehamilannya sehat, baik secara fisik ataupun batin. Hal ini tak bisa dilakukan sendirian oleh ibu hamil. Ada peran suami pula yang dituntut di sini, bahkan orang lain yang sehari-hari terkait dengan keberadaan ibu hamil.

                Agar hamil senantiasa sehat, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Masalah asupan makanan. Kebutuhan asam folat, kalsium, protein, dan zat besi harus cukup. Berbagai sumber makanan sehat seperti sayur dan buah tak boleh terlewatkan dalam menu harian ibu hamil. Bahkan bagi ibu yang sedang menjalani kehamilan kedua atau lebih sedang sebelumnya mengalami persalinan cesar, jika ingin melahirkan normal, maka kebutuhan 80 gram sehari akan protein wajib terpenuhi. Tak lupa, ibu hamil jangan sampai mengalami dehidrasi. Sedia selalu air putih kemana-mana untuk mencegah terjadinya hal ini.

                Ibu hamil juga harus jujur, terutama kepada suami atau orang terdekat, bahkan kepada siapa saja yang ada hubungan sehari-hari dengannya, misalnya rekan kerja. Ini penting, tujuannya agar mereka yang berada di sekitar ibu hamil bisa memberi aura positif kepadanya. Terutama di kehamilan triwulan pertama yang masih rawan akan potensi keguguran. Jika memang sangat lelah dan butuh uluran tangan, sampaikan saja. Bahkan ketika tak sanggup cuci piring sekaligus. Terhadap rekan kerja demikian halnya. Utarakan kehamilan Anda, sehingga rekanan bisa memperlakukan sebagaimana mestinya. Ada hal-hal yang bisa didelegasikan, lakukan saja. Jangan sampai pekerjaan dan rekan kerja malah membuat stres ibu hamil. Kalau sudah stres, bisa dibayangkan bagaimana janinnya.

                Ibu hamil perlu yoga sebagai salah satu bentuk olahraga. Jika tak ada masalah di kehamilan triwulan pertama, ibu hamil bisa melakukannya sejak awal. Seminggu 3 kali saja selama 1 jam. Atau ibu hamil bisa memulainya ketika usia kehamilan 16 minggu. Tujuan yoga ini adalah latihan nafas dan otot-otot yang diperlukan dalam persalinan nanti, khususnya bagi yang menginginkan persalinan alami/normal. Berarti yang ingin cesar tak perlu yoga dong? Ehm, memang ada yang ingin cesar? Yoga juga sangat penting untuk membangun pikiran positif ibu hamil. Pikiran ini sangat dibutuhkan demi kesehatan janin juga. Hubungan komunikasi ibu hamil dengan janin lebih terasa. Apalagi hubungan ibu hamil dengan Sang Maha Pencipta, jauh meresap ke dada.

                Agar kehamilan sehat, ibu hamil harus bergaul dengan orang-orang yang senantiasa sehat baik perilaku maupun pikiran. Karena pikiran yang sehat akan memunculkan perilaku yang sehat. Memilih tenaga kesehatan yang sehat juga menjadi prioritas. Jangan sampai malah timbul was-was setelah kontrol ke tenaga kesehatan. Rekomendasi dari teman yang sudah berpengalaman sangat diperlukan, atau informasi terkait kinerja tenaga kesehatan harus benar-benar ibu hamil perhatikan.


                Kehamilan yang sehat hingga saatnya persalinan berlangsung lancar sangat didambakan ibu hamil. Mengupayakannya semaksimal mungkin adalah jalan yang memang harus ditempuh ibu hamil.

Senin, 30 Maret 2015

Agar Sama Panjang



            “Sedotannya lagi diapakan Nak?”
            “Buat mainan aja kok Pak, disambung-sambung,”jawab Farzan.
            “Kalau disambung bisa panjang dong?”
            “Memang begitu.”
            “Bisa minta sedotannya 4 buah, sayang?”
            “Ini,”jawab Farzan.
       Lalu bapaknya meminta tolong Farzan untuk menyambung 2 sedotan yang lain. Bapak Farzan memberdirikan 1 sedotan dan 2 sedotan yang sudah disambung anaknya di lantai.
            “Mana yang lebih panjang?”tanya sang bapak.
            “Yang disambung Pak!”jawab Farzan.
            “Mengapa lebih panjang?”
            “Terlihat lebih tinggi ketika berdiri.”
            “Bagaimana agar sama panjang?”
            “Yang lebih panjang tadi diambil saja sedotannya 1, pasti akan sama,”jawab Farzan sambil melepas sambungan sedotan sehingga sisa 1 sedotan.
            “Wah, benar sekali, tapi rasanya ada yang janggal tidak?”
            “Nggak ada tuh Pak.”
            “Coba bapak tanya, kalau misalkan 2 sedotan yang tadi kamu sambung itu adalah sebuah tanaman dengan panjang segitu, lalu tiba-tiba kamu potong tanamannya agar dia panjangnya jadi sama dengan tanaman serupa di sebelahnya yang masih baru saja tumbuh, kira-kira apa yang terjadi?”
            “Bisa-bisa mati ayah.”
            “Tanaman yang di sebelahnya?”
            “Tetap hidup karena tidak dipotong.”
            “Karena tidak dipotong, kira-kira bisa tidak suatu saat panjangnya menyamai tanaman yang tadi mau dipotong tapi nggak jadi?”
            “Bisa saja, apalagi dikasih pupuk lebih banyak, disiram tiap hari.”
            “Berarti bagaimana tadi mestinya agar sedotannya jadi sama panjang?”
        “Mendingan sedotan yang cuma satu ditambah lagi 1 dengan cara disambung, sama kayak sebelahnya.”
            “Betul. 2 sedotan yang sudah disambung sebelumnya adakah merasa dirugikan?”
            “Nggak lah, kan nggak diapa-apain."

            Intisari dialog sederhana di atas adalah bagaimana ketika seseorang ingin berubah, maka dialah sendiri yang harus berusaha mengubahnya, tanpa merugikan orang lain. Dan ini tidaklah mudah. Buktinya, masih ada saja karena ingin menjadi kaya, seseorang nekat menjadi pencuri, seseorang berani untuk korupsi. Yang demikian ini tentu saja merugikan orang lain. Seharusnya dia bisa bersikap seperti Abdurrahman bin Auf yang ketika hijrah ke Madinah dalam keadaan tidak punya apa-apa, ketika ditawari harta saudara kaum Anshar, dia tidak mau menerima melainkan Abdurrahman bin Auf ingin ditunjukkan dimana pasar. Di sanalah dia akhirnya berdagang. Usaha berdagangnya membuahkan hasil sehingga dia menjadi orang yang kaya raya. Saking kayanya Abdurrahman bin Auf bingung kemana dia harus infakkan hartanya. Hingga suatu ketika aka nada berita bahwa pasukan muslim akan menghadapi Perang Tabuk. Maka Abdurrahman bin Auf bersegera menemui Rasulullah dengan membawa 200 uqiyah emas. 


            Pesannya singkat saja. Jika ingin berubah, berubah saja. Jika tak mau pun tak usah merugikan orang lain, karena apa yang dilakukannya juga berlaku untuk dirinya sendiri. Allah Maha Menyaksikan apa yang manusia niatkan tentang sebuah perubahan. Dia akan menolong hamba-Nya manakala dia berusaha sendiri mengubah hidupnya. Lagi-lagi anak harus mampu memaknai hal ini. Bahwa jika dia ingin menjadi juara di kelasnya dia pun harus berusaha sendiri tanpa merugikan orang lain. Filosofi sedotan bisa mengajarkannya. Anak tak sekedar memahami konsep panjang, namun lebih dari itu.